Rabu, 04 November 2015


Sejarah Arsenal bermula dari inisiatif para pekerja di Royal Arsenal, Woolwich hingga klub ini berdiri pada 1886 dengan nama Dial Square sebelum kemudian berganti nama menjadi Royal Arsenal. Pada 1913, Arsenal menempati stadion baru di Highbury sebelum kemudian pindah ke Stadion Emirates musim 2006.

Arsenal dikenal sebagai salah satu raksasa sepak bola Inggris, dan selalu menjadi penantang utama gelar penting di Inggris maupun Eropa. Di bawah kepemimpinan pelatih Prancis, Arsene Wenger, Arsenal merombak gaya membosankannya menjadi salah satu tim paling atraktif di Inggris.

Pembelian pemain seperti Patrick Vieira dan Thierry Henry (dua-duanya kini sudah pindah) menjadi faktor yang mendorong prestasi Arsenal setelah era keemasan Tony Adams dkk. Salah satu prestasi gemilangnya adalah meraih double gelar Premier League dan Piala FA tahun 2002 serta menembus final Liga Champions tahun 2006.

Musim 2003-2004, pasukan Wenger mencatat rekor sebagai tim yang tidak terkalahkan sepanjang perjalanan Premier League. Pencapaian yang bakal sulit diulangi tim manapun juga. Kini, Arsenal lebih fokus mematangkan pemain-pemain mudanya yang rata-rata masuk kategori papan atas seperti Cesc Fabregas atau Robin van Persie.

Stadion pertama arsenal yaitu higbury


Bagi masyarakat London, bahkan Inggris secara umum, Stadion Highbury memiliki banyak arti. Meski rancangannya sederhana dan ukurannya tak terlalu besar, stadion di London Utara ini tetap memiliki citra keagungan yang cukup sakral. Terlebih lagi bagi pemain, Highbury bak rumah terindah yang sulit ditinggalkan.

Lapangan di Highbury tergolong paling kecil di Inggris (101 meter x 67 meter), membuat kedekatan suporter dan pemain begitu erat. Ikatan emosinya pun begitu besar. Seolah, bermain di stadion itu seperti berinteraksi dengan penonton secara konstan.

Wajar jika para pemain yang pernah membela Arsenal saat masih bermarkas di stadion itu merasa memiliki kekuatan lebih jika tampil kandang. Selain karena hipnotis penonton atau juga sugesti sejarah, mereka jadi merasa memiliki energi lebih.

"Highbury sejajar dengan Stade de France di Perancis. Bermain di stadion ini memiliki hubungan yang begitu aneh dan membangkitkan semangat. Ada gairah besar, komitmen, dan kehangatan antara pemain dan suporter. Saya akan selalu merasakan hal itu sampai akhir hayat nanti," kata mantan pemain "The Gunners" asal Perancis, Emmanuel Petit.

"Benar. Beruntung Arsenal punya Highbury. Setiap tampil kandang, Arsenal sulit dikalahkan. Ada kekuatan ekstra yang begitu nyata di sini," timpal eks "The Gunners" lain, Niall Quinn.

Terutama bagi Arsenal, Highbury memang citra agung yang sulit dilupakan. Selama bermarkas di stadion ini, "The Gunners" meraih 73 gelar dari berbagai kompetisi dan turnamen di sepanjang sejarahnya. Raihan prestasi yang cukup menakjubkan. Maka dari itu, kebesaran Arsenal tak pernah dipisahkan dari stadion ini.

Stadion ini juga pernah melambungkan kebanggaan dan harga diri bangsa Inggris. Pada periode 1920 sampai 1961, Highbury menggelar 12 pertandingan timnas Inggris. Kebanyakan partai persahabatan. Namun, yang paling berkesan tentu pada 1934, ketika timnas Inggris menantang juara Piala Dunia tahun itu, Italia. Dengan gagah, Inggris mengalahkan Italia 3-2. Sepak bola Inggris pun bisa bertepuk dada. Seolah mereka memproklamasikan diri sebagai juara dunia tanpa mahkota.

Tak bisa disangkal jika kemudian Highbury begitu sakral dan agung, meski bangunan stadion ini termasuk sederhana. Ukurannya juga tak sebesar stadion di Inggris lainnya, seperti Old Trafford atau Wembley. Pada 1999 sampai 2000, Arsenal sempat mengingkari Highbury dan bermain di Wembley untuk pertandingan Liga Champions. Hasilnya justru buruk. Dari enam partai hanya menang dua kali, seri sekali, dan kalah tiga kali. Maka dari itu, kemudian Arsenal pun tetap di Highbury dalam kompetisi apa pun.

Itu karena Highbury begitu matang dan dewasa sebagai stadion. Dibangun pada 1913, Highbury menjadi bagian dari catatan sejarah, baik sejarah sepak bola maupun sejarah umum bagi Inggris. Di sini pula keselamatan negara pernah dipertaruhkan.

Pada Perang Dunia II, Inggris sempat kecolongan dan diserang bom oleh musuh-musuhnya. Sebuah bom sempat menghantam beberapa wilayah di London, salah satunya menghancurkan teras utara Highbury.

Justru karena letaknya yang begitu strategis dalam strategi perang, Highbury justru akhirnya digunakan Pemerintah Inggris sebagai pusat Air Raid Precaution (ARP). Ini adalah semacam lembaga pencegahan serangan udara dari lawan. Stadion ditutup untuk sepak bola, tetapi tetap memiliki makna dan peran. Arsenal pun terpaksa harus meminjam stadion musuh bebuyutannya (Tottenham Hotspur), yakni White Hart Lane.

Setelah perang, stadion ini kembali bersinar. Bahkan, tak hanya sepak bola yang digelar di sini. Pernah dipakai pula untuk baseball bahkan tinju. Yang terkesan tentu perebutan gelar dunia kelas berat antara Muhammad Ali lawan Henry Cooper pada 1966.

Stadion Baru Arsenal


Dengan fakta sulitnya mengembangkan Highbury, semakin besarnya Arsenal sebagai sebuah klub dan semakin tingginya animo masyarakat untuk datang mendukung, akhirnya klub memutuskan untuk membangun stadion baru di kawasan Ashburton Groove. Stadion ini diharapkan mampu memecahkan segala kekurangan yang ada pada Highbury, khususnya kapasitas penonton. Pembangunan stadion baru yang dimulai dari tahun 2001 hingga 2006 itu jelas membutuhkan dana yang tidak sedikit, untuk itu Arsenal pun menggandeng sposor. Klub akhirnya sukses mendapat sponsorship dan suntikan dana dari maskapai timur tengah, Emirates Airways. Stadion baru itu kelak lebih dikenal dengan nama Emirates Stadium alih-alih Ashburton Grove, karena adanya kontrak antara klub dengan pihak sponsor.